Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari Luwu. Orang Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang berarti orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan. Sedangkan orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya orang yang berdiam di sebelahbarat. Ada juga versi Toraja berasal dari kata Toraya,
To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutannya menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal dengan Tana Toraja.
Arti kata Toraja itu sendiri ada beberapa pendapat sebagai berikut:
1. Ada pendapat juga yang mengatakan To Raja (bahasa
Bugis Luwu) karena Tana Toraja terletak di sebelah barat Luwu.
2. Pendapat lain mengatakan Toraja itu berasal dari seorang raja Tondok Lepongan Bulan yang bernama Laki padada, yang ke Gowa pada akhir abad ke 13. Dalam sejarah Toraja, Laki Padada adalah seorang cucu raja yang pergi me-ngembara untuk mencari hidup yang abadi, kemudian tiba dikerajaan Gowa. Pada mulanya penduduk Toraja beragama Aluk Todolo (Agama Leluhur) tetapi pada awal abad 19 pengaruh agama Islam mulai masuk terutama pada bagian selatan. Kemudian dengan adanya Pemerintah Kolonial Belanda didaerah tersebut maka agama Kristen masuk ke daerah ini lalu mempengaruhi kebudayaan asli daerah ini pada tahun 1906.
Upacara Adat Tana Toraja
Di wilayah Kabupaten Tana Toraja terdapat upacara adat yang terkenal, yaitu upacara adat Rambu Solo
(upacara adat pemakaman), acara Sapu Randanan,
upacara Ma’nene’ dan upacara Adat Rambu Tuka. Berikut ini penjelasan beberapa upacara adat di Tana Toraja:
1. Rambu Tuka
Upacara adat Rambu Tuka adalah acara yang berhubu-ngan dengan acara syukuran misalnya acara pernikahan,
syukuran panen dan peresmian rumah baru atau selesai direnovasi. Di upacara ini menghadirkan semua rumpun keluarga.
2. Rambu Solo
Adat yang telah diwarisi secara turun temurun ini mewajibkan keluarga yang ditinggal membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada orang yang telah meninggal. Upacara tersebut dinamakan Rambu Solo
Arti kata Toraja itu sendiri ada beberapa pendapat sebagai berikut:
1. Ada pendapat juga yang mengatakan To Raja (bahasa
Bugis Luwu) karena Tana Toraja terletak di sebelah barat Luwu.
2. Pendapat lain mengatakan Toraja itu berasal dari seorang raja Tondok Lepongan Bulan yang bernama Laki padada, yang ke Gowa pada akhir abad ke 13. Dalam sejarah Toraja, Laki Padada adalah seorang cucu raja yang pergi me-ngembara untuk mencari hidup yang abadi, kemudian tiba dikerajaan Gowa. Pada mulanya penduduk Toraja beragama Aluk Todolo (Agama Leluhur) tetapi pada awal abad 19 pengaruh agama Islam mulai masuk terutama pada bagian selatan. Kemudian dengan adanya Pemerintah Kolonial Belanda didaerah tersebut maka agama Kristen masuk ke daerah ini lalu mempengaruhi kebudayaan asli daerah ini pada tahun 1906.
Upacara Adat Tana Toraja
Di wilayah Kabupaten Tana Toraja terdapat upacara adat yang terkenal, yaitu upacara adat Rambu Solo
(upacara adat pemakaman), acara Sapu Randanan,
upacara Ma’nene’ dan upacara Adat Rambu Tuka. Berikut ini penjelasan beberapa upacara adat di Tana Toraja:
1. Rambu Tuka
Upacara adat Rambu Tuka adalah acara yang berhubu-ngan dengan acara syukuran misalnya acara pernikahan,
syukuran panen dan peresmian rumah baru atau selesai direnovasi. Di upacara ini menghadirkan semua rumpun keluarga.
2. Rambu Solo
Adat yang telah diwarisi secara turun temurun ini mewajibkan keluarga yang ditinggal membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada orang yang telah meninggal. Upacara tersebut dinamakan Rambu Solo
Sumber : Majalah Makassar Terkini
No comments:
Post a Comment